A Silly Fool

by - 3:27 AM

This is my new story! Based on some true things that happened in my life mixed with my own imaginations.

Don't ever try to copy, claim, and edit this story without my permission!

SEKALI LAGI, JANGAN COBA-COBA MENGGANDAKAN CERITA INI DALAM BENTUK APAPUN TANPA PERIZINAN DARI GUE!

Gue mulai gerah sama kejahatan dalam dunia maya seperti ini huffft...

Okay, check this out!

******

A Silly Fool



Mungkin jika kalian jadi aku, kalian belum tentu bisa melewati hidup ini tanpa mengacuhkan seberapa sakitnya hati kalian. Sama sepertiku.

Hampir setiap hari aku dan dia bertemu. Di depan pagar sekolah, di koridor gedung, atau di lapangan. Bahkan saking jodohnya kami, di kantin pun juga sering meskipun kami tidak sekelas.

Tapi di setiap pertemuan itu, dia seperti tidak menyadari kehadiranku.

Batinku selalu menjerit kegirangan jika tak sengaja bertemunya. Atau aku akan menyembunyikan senyumanku dalam geraian rambutku yang panjang. Aku merasa bahagia jika berpapasan dengannya. Mencium aroma tubuhnya yang selalu wangi jika di dekatku atau suara beratnya sedang berbisik-bisik dengan teman sekawannya. Aku selalu menyukai hal-hal sederhana seperti itu.

Bagaimana cara dia tersenyum tipis.

Atau ketika dia bersikap diam jika upacara di lapangan.

Atau lebih jika tatapan matanya tak sengaja bersibobrok dengan mataku.

Semua hal ini selalu membuatku senang. Tak heran aku sering berharap lebih seperti mau berbicara denganku meskipun hanya dengan berkata ‘Hai’ begitu?

Namun semua itu hanyalah mimpi yang tak akan tercapai.

Dia selalu berada di luar jangkauanku. Dia selalu berdiri dalam garis tak terlihat yang memisahkan antara aku dan dirinya. Jika dia bertemu denganku, dia selalu membuang wajahnya, seolah-olah aku adalah kotoran yang kebetulan melintas di hadapannya.

Hatiku sakit.

Jantungku serasa diremas jika melihatnya begitu. Tak jarang mataku selalu terasa perih jika mengingat perlakuan dinginnya padaku. Padahal aku menjerit senang pada awalnya.

Salahku apa? Gumamku dalam hati.

Sampai tiba-tiba aku mendengar berita yang mencengangkan. Dia dikabarkan dekat dengan teman dekatku yang kebetulan sekelas dengannya. Hatiku menjerit tak rela. Tapi aku bisa apa? Toh aku pun bukan siapa-siapanya.

Lagi-lagi aku hanya bisa berharap gosip ini segera berakhir dengan cepat. Rasanya aku ingin sekali mengungsi pindah dari sekolahku jika tau kalau satu sekolah dengannya hanya membuatku sakit. Ya, dulu aku sengaja ingin mendaftar sekolah yang sama dengannya agar bisa terus bertemu dengannya tiap hari. Apalagi ketika dia menyatakan perasaannya padaku sebelum perpisahan SMP, membuatku semakin gencar satu sekolah dengannya.

Namun yang terjadi malah di luar dugaanku.

Tiba-tiba dia berubah jauh. Sangat jauh. Sikapnya padaku tidak lagi hangat seperti dulu. Dia tidak memberikan senyum pagi yang selalu merekah di wajahnya jika berpapasan denganku. Dia semakin mengacuhkanku. Dia tak mau lagi menatap wajahku. Dia terlihat seperti membenciku dan aku tak tau mengapa!

Aku sering menangis jika pelajaran olahraga berakhir. Kenapa? Karena di jam ini lah aku selalu bertemu dengannya. Jadwal olahraga kami yang sama membuat kami lebih sering bertemu. Banyak kakak kelas—dari kelasnya—yang terus menggodaku jika aku sedang berolahraga. Tapi lelaki ini diam saja. Padahal dulu sebelum kami masuk SMA, dia selalu menolongku dari serangan lelaki genit manapun.

Tapi sepertinya semua hal itu hanya jadi kenangan.

Jika bola yang ditendangnya melayang jauh ke lapangan kelasku, atau lebih parah ke arahku, dia pasti tidak mau mengambilnya. Alih-alih, dia justru menyuruh temannya untuk mengambil bola itu dengan berbagai alasan. Entahlah aku tidak tau alasannya tapi yang jelas dia pasti ‘menghindariku’.

Aku kecewa. Kemana lelaki yang sudah 10 tahun aku kenal baik ini? Apa dia sudah benar-benar pergi dan tak mau kembali?

Aku menyeka air mata yang entah sudah keberapa ratus kalinya aku menangis karena hal yang sama. Sambil merapihkan seragam olahragaku, aku keluar toilet wanita lalu mengangkat kepala.

Tiba-tiba dunia terasa berputar. Air mata yang tadi sudah mengering, kembali turun kembali. Aku melihat pemandangan tak senonoh ini dan langsung membuang muka. Batinku semakin berkecamuk ribut, memporak-porandakan hatiku agar semakin hancur.

Aku melihat dia sedang berciuman—dengan siapa aku tidak tau—di samping gazebo sekolah. Letak toilet yang berada di belakang sekolah tepat di depan gazebo ini, sehingga aku bisa melihat pemandangan ‘menjijikkan’ ini dengan jelas. Membuatku jengah setengah mati.

Aku segera berlari menjauh dari sini sejauh mungkin. Seraya berusaha melupakan kejadian tadi.

***

Aku mendengar kabar kalau dia sakit. Sempat aku mendengar bisik-bisik kakak kelas yang sedang membicarakannya, kenapa dia tidak masuk sekolah hari ini. Aku hanya menyimak sembari menunggu pesanan batagorku, meskipun aku tidak ingin terlihat sedang menguping pembicaraan orang lain.

Pantas saja aku tidak melihatnya seharian ini. Sudah kubilang kan? Hampir tiap hari aku bertemu dengannya, meskipun kami tidak berpapasan. Entah aku bertemu ketika pulang sekolah atau berangkat sekolah. Ketika kami di kantin atau di koridor gedung. Kadang aku sengaja memarkirkan motorku tepat di samping motornya agar aku bisa bertemunya lagi jika jam pulang. Tapi apa daya, dia selalu pulang lebih dulu atau pulang lebih telat karena sedang latihan futsal di lapangan sekolah.

Balik ke tema awal, aku merasa khawatir. Meskipun tau aku bukan siapa-siapanya tapi aku tetap penasaran. Bagaimana keadaannya? Apakah dia bisa sekedar membangkitkan badannya dari ranjang? Apakah sakitnya sangat parah sampai-sampai dia tak masuk sekolah? Padahal dia orang yang paling kuat yang aku kenal selama ini.

Tapi apakah semua rasa penasaranku akan terbayar sesuai?

Walaupun begitu, tanpa pikir panjang, aku sudah berdiri tepat di depan pintu pagar rumahnya. Rumah yang selalu terlihat hangat dan mengundang siapapun untuk bertamu dengan pemilik rumah. Tapi sayangnya ada salah satu dari mereka yang dingin seperti kristal es batu. Membuatku menggigil saking dinginnya.

Ibunya mempersilahkan aku masuk. Aku tersenyum memandangi setiap interior rumah yang tak berubah. Mataku bergerak, menelusuri setiap pigura foto sampai akhirnya berhenti di satu titik. Pigura foto yang membuat badanku bergerak tanpa sadar ke arahnya dan memegangi tiap sudutnya dalam batin bertanya-tanya.

Jadi.... Ini kah alasan dia menjauhiku selama ini?

Aku membuka pintu dengan perlahan dan terpaku lurus menatap ranjang yang tepat di depanku.

Di sana ada dirinya sedang tertidur pulas. Dengan kedua mata terpejam dan wajah damai. Tidak ada sorot mata penuh kebencian di sana. Kerutan wajahnya tidak terlihat sedikitpun, dia terlihat sangat rileks saat ini.

Aku tidak tau mengapa air mata sialan ini turun lagi. Aku sangat lelah menangis tapi mataku tidak bisa diajak kompromi. Aku benci mengakui jika aku sangat mencintai lelaki ini tapi tidak pernah membalas ucapannya saat itu. Padahal aku mencintainya dari dulu, sekarang, dan seterusnya.

“Maafkan aku,” Tanganku bergerak menyusuri pipi kirinya yang terasa panas. Dia benar-benar sakit.

Aku beralih menggenggam jemarinya kuat-kuat. “Aku sangat bodoh bisa salah membedakanmu dengan kembaranmu. Maafkan aku. Maafkan aku...”

Aku terisak pelan. Menyesali semua perbuatanku.

Ya, lelaki ini punya kembaran.


Dan aku mencium kembarannya tepat di depannya saat perayaan ulang tahun mereka.

***********

You May Also Like

0 comments

//]]>