CERPEN LAGI! xD

by - 12:10 AM

Cerpen ini gue buat dengan bahasa yang agak sableng-_- Silahkan dibaca, guys!



Jomblo-ship
Rana Auliani


Thanks to my dear friends, my bestfriends and my boyfriend..”
“WOOOOO!!!”
Seketika kelas XI IPA 2, ramai dengan sorakan orang-orang yang bernafsu mendengar kata-kata penutup pidato Reni. Banyak yang berteriak gaduh, ada juga yang bersiap-siap melempar Reni dengan kepalan kertas. Reni yang tampak kesal, malah ikutan ribut dengan teman sekelasnya. Alhasil, Ms. Hesti, guru Bahasa Inggris ‘harus menjadi wasit’ untuk melakukan gencatan senjata.
Please, keep silent students! I’ll give you punishment if all of you here don’t hear me!
Seketika kelas pun tenang. Reni yang tadinya sibuk membalas komentar teman-temannya, langsung memerhatikan Ms. Hesti. Tumben banget Ms. Hesti marah, batinnya.
“Nah, gitu dong. Ms. Hesti tersenyum sekarang. Tiba-tiba Ms. Hesti merubah arah kepalanya  ke arah Reni. Reni tampak bingung.
“Reni, I know you really want to have a boyfriend, but keep your imagination in your head and don’t share with us. Because, saya kasihan melihat kamu tampak... memaksakan diri. Hehe..” kata Ms. Hesti sambil tertawa kecil. Suasana kelas yang tadinya sepi langsung gaduh kembali tetapi Reni hanya bisa menganga.
***


Saat istirahat,
“Lo hebat tadi, Ren! Terus kata-kata Ms. Hesti nusuk banget, huahaha..” tawa Chelsea, sahabat Reni yang paling ‘ganteng’ di kelas. Chelsea memang terkenal paling tomboy tapi mantannya banyak. Apalagi mantan kacung nya. Reni mendengus mendengar komentar Chelsea.
“Hihihi, iya, Ren. Gue speechless dengernya. Gue pengen bantuin elo, tapi mulut gue nggak bisa berhenti ketawa, hihihi..” timpal Mika, sahabat Reni yang paling imut, kayak anak kecil. Muka Reni tambah kusut mendengar hinaan batin yang bertubi-tubi itu.
“Udah deh, lu berdua diem. Frustasi nih gue, kata-kata Ms. Hesti sensasional banget, gue bener-bener nggak bisa lupain..”
“Jangan gitu lah. Lo masih bisa berjuang kok. Tenang saja,” Prita menepuk bahu Reni dan bergaya seperti orang bijak. Prita itu memang banyak gaya tapi menurut Reni, ini yang paling ‘dalem’. Maksudnya Prita itu berjuang apa coba? Berjuang nyari pacar? Apa tau banget..
“Huhu, kasian yaa.. Aib nya Reni ketahuan deh.. haha,” Tiba-tiba geng cewek x-hunter lewat. Pertamanya hanya Reni, Chelsea, Mika dan Prita yang memanggil mereka dengan sebutan begitu tapi sekarang sudah menjadi rahasia umum geng itu dipanggil x-hunter. Padahal nama geng itu sebenarnya ’70-7’ atau seventy-seven. Anggota nya ada 7 orang kayak 7 icons, girlband yang terkenal itu. Tapi justru menurut Reni, muka anggota nya kayak spanduk es teler 77.
Reni mengubah arah kepalanya ke ‘7 ikan’ itu. Ada si Sachya, ketua geng x-hunter itu. Sachya tampak tersenyum simpul saat melihat Reni memperhatikannya. Ih, sok iye banget lu, batin Reni.
"Kenapa lo senyum ke gue?" tanya Reni risih.
Sachya memutar bola matanya. "Hmm.. Gimana ya. Gue agak kasihan ngeliat lo tadi dipermalukan sama diri lo sendiri. Jadi gue penasaran sama keadaan lo. Siapa tau lo langsung cepet-cepet nyari pacar atau lo malah mau loncat dari lantai 2 gara-gara nggak dapet pacar," Geng x-hunter pun kompak tertawa bersama.
Reni mengangkat alis mata kirinya. "Lho? Ngapain gue nyari pacar sekarang? Cewek terkenal kayak lo aja nggak punya pacar, kan?" tanya Reni setelah ia menekankan kata 'nggak' yang barusan ia bilang. Sachya tampak kaget tapi dia gagal menyembunyikan nya. Satu kelas pun terkejut mendengar pernyataan Reni. Kata-kata Reni memang 'nembak' tepat ke sasaran.
Chelsea langsung tersenyum licik melihatnya. "Gimana, Chya? Lo masih pengen bilang apa lagi?"
Reni langsung menoleh ke arah Chelsea, Prita dan Mika. Prita tampak berpikir keras karena dia memang yang paling pemikir di antara mereka berempat. Mika hanya mengangkat kedua jempolnya ke Reni sambil menunjukkan gigi-giginya. Sedangkan Chelsea tetap memerhatikan Sachya. Sachya yang salah tingkah akhirnya mengajak geng nya untuk keluar kelas.
"Nah, ini dia pahlawan kita!" seru salah satu teman sekelas Reni, Bahrain, saat x-hunter sudah menghilang dari kelas. Dari namanya, kita bisa tahu bahwa orangtua nya udah kehabisan stok nama dan akhirnya memakai salah satu nama negara.
"Pahlawan apa?"
Semua isi kelas langsung memperhatikan ke arah pintu kelas. Tampaklah seorang cowok ganteng berdiri di depan pintu. Bisa ditebak, satu kelas ini apalagi cewek-cewek nya terpana semua kecuali Chelsea. Sementara Reni memperhatikan cowok itu. Gile, itu beneran orang yang berdiri di depan pintu kelas gue? Lebih mirip malaikat tau nggak! Pangeran aja deh, kalau malaikat kejauhan.
Tau nggak manusia apa yang lagi diperhatikan Reni? Cowok itu tinggi, badannya atletis deh, cakep, terus...  Keren! Mukanya juga tampang-tampang kalem dan pinter. Satu kelas ini masih terpana melihat cowok itu tetapi lamunan mereka disadarkan oleh teriakan Chelsea.
"Lo siapa? Ngapain disitu?" tanya Chelsea dan seperti biasa, mukanya tipe-tipe 'ngajak ribut'. Cowok itu yang tadinya sedang memperhatikan isi kelas Reni, langsung menengadah ke arah Chelsea.
"Gue? Gue murid baru di kelas ini," jawab cowok itu santai dan masuk ke dalam kelas.
Reni mengangkat alisnya lalu kepalanya mendekati Mika yang masih terpana sama cowok itu. "Lho? Emang nggak dikenalin dulu sama Pak Yaya?" tanya Reni sambil berbisik. Pak Yaya itu wali kelas nya Reni. Rupanya cowok itu mendengar kata-kata Reni karena ia sedang berdiri di dekat Reni.
 “Menurut LO?!” tanya cowok itu garang. Reni terkejut. Buset! Serem amat ini cowok?! Apa jangan-jangan dia baru keluar dari Nusa Kambangan? Pikirnya.
Mika yang tadinya ditanya Reni, juga ikutan speechless. Cowok itu hendak berjalan ke arah tempat duduk yang tersisa, paling pojok kanan kelas. Kursi yang ‘sendirian’ itu merupakan kursi angker warisan dari nenek moyang sekolah ini. Konon katanya, kalau duduk disitu akan kena kutukan jadi ‘jomblo forever’ deh! Bahkan bisa single seumur hidup sampai ke cucu cicitnya! Nah, masalah nya kalau beneran sampai ke cucu cicit, tandanya orang yang dikutuk itu pasti nikah dong?
“Eh! Tunggu! Jangan duduk dulu!” seru Reni mengingatkan cowok asing itu. Sayangnya cowok itu udah keburu duduk di kursi ‘laknat’ itu.
“Maksud lo? Kenapa sih?” tanya cowok itu bingung. Tiba-tiba gemuruh berbunyi hebat, cuaca mendadak mendung, padahal sebetulnya enggak terjadi apa-apa sih.
Reni berpikir sebentar. “E... nama lo siapa? Kenalin, gue Reni,” kata Reni sambil tersenyum lebar dan memajukan tangan kanannya ke cowok itu. Gubrak!
***

Reni menulis sesuatu di buku nya. Lekukan coretan Reni tidak berhenti di buku kecilnya ini, ia juga ingin mencoret baju adiknya tapi adiknya menoleh ke arah Reni.
“Ngapain LO?” tanya Eza, adik Reni yang baru berusia 8 tahun. Lihat kan? Betapa mengerikannya generasi muda saat ini. Eza memang nggak punya sopan santun sama kakaknya karena.... emang kakaknya yang mengajarkan dia begitu.
“Baju lo kucel banget sih. Sini, biar gue bikin tambah kucel,” jawab Reni sambil mendekati spidol biru nya ke kaus oblong nya Eza. Eza bergidik ngeri.
“Eh, Kak. Kalau lo berani nyoret baju gue, gue doa’in lo punya pacar sejelek kaus gue! Awas lu!” ancam Eza sambil menunjuk ke kaus nya. Reni terkejut.
“Bisa ngancem juga lu?” tanya Reni kaget. Eza beranjak bangun dari lantai lalu memandang kakaknya dengan tatapan nyeleneh.
“Asal kan lo tau ya. Ini kaus dari pacar gue! Lo enggak boleh sentuh, pegang, apalagi pakai kaus gue! Beware!” kata Eza memperingatkan. Reni lebih terkejut lagi mendengarnya. Astaga! Adik gue udah punya pacar?! Gue aja belom! Gile, kayaknya gue emang kena santet jomblongenes deh, pikirnya.
***

Esoknya di kelas, Reni menceritakan adiknya yang udah ‘mendahului’ dia kepada Mika, Chelsea, dan Prita.
“Hah? Adek lo hebat tuh! Two thumbs up!” puji Mika sambil tersenyum lebar dan mengacungkan kedua jempolnya. Saking lebar nya, laler aja bisa masuk ke mulut Mika tuh.
“Bener, gue salut sama adek lo. Nah, lo kapan nyusul?” Pertanyaan Chelsea ini memang sudah ditakdirkan untuk menembak kepala Reni. Reni menggelengkan kepalanya mendengar komentar kawannya itu.
“Gue hanya mencari di waktu yang tepat coy. Kalo gue ketemu nya sekarang.. Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa..” jawab Reni sok bijak.
“Masalahnya lagi, kapan waktu yang tepat itu?” tanya Prita menyelidik Reni. Reni speechless, bingung jawabnya.
“Di saat lo yakin udah ketemu orang yang tepat..”
Mika, Reni, Chelsea, dan Prita segera menoleh ke seseorang yang berdiri di sebelah meja mereka. Nampak, Naufal, si tampan yang kemaren ngajak ribut Reni. Ya, Naufal itu anak baru yang kemarin baru masuk ke kelas mereka.
“Lo yang punya prinsip tapi nggak punya penjelasan dari prinsip lo sendiri. Itu sebabnya kenapa lo sering dibilang jomblongenes, udah nggak laku tapi banyak ngomong,” komentar Naufal sambil berjalan ke meja favoritnya, meja ‘kutukan’ kelas ini. Dulu meja itu sendirian di kelas tapi semenjak kedatangan Naufal, banyak cewek-cewek yang rebutan duduk di sebelah Naufal. Memang, cewek itu adalah makhluk ter-galau yang diciptakan oleh Tuhan.
“Ren....” kata Prita sambil menepuk bahu Reni. Reni hanya mengelus dada. Sabar ya, Reni. Manusia semprul itu nggak perlu diperhatikan, pikirnya sambil menghela nafas panjang. Chelsea yang melihat sahabatnya terhina seperti itu mulai naik darah. Sedangkan Mika berusaha keras untuk menenangkan Chelsea. Mereka berempat memang terlihat random saat ini.
“Naufaaall!!” panggil Sachya yang tiba-tiba muncul di sebelah Naufal. Naufal kaget dan jadi salah tingkah sedangkan Sachya masih mengerlingkan matanya ke arah Naufal.
“Kayaknya gue harus move into this class deh!” kata Sachya centil. Astaga! Apa-apa an ini! Meskipun gue enggak demen sama Naufal tapi kalau mengganggu kelas kayak gini, tidak bisa gue diamkan! Seru Reni dalam hati.
“Heh, mak lampir! Ngapain lu di situ!!” seru Reni sambil menunjuk Sachya. Sachya yang tadinya sibuk membersihkan mata (read: kedip-kedip) ke arah Naufal, langsung menoleh bete ke arah Reni.
So what? Lo juga siapa yah, cecurut? This isn’t your business!” jawab Sachya nyebelin. Heh? Sejak kapan ini mak lampir sok pakai Bahasa Inggris?!
“Tapi kayaknya segala sesuatu yang mengganggu kenyamanan kelas gue emang harus diusir deh,” Tropica, lelaki yang memegang amanah sebagai ketua kelas ini, sudah menyiapkan penggaris panjang di tangannya. Sachya yang kaget melihat ‘ketua kelas tergalak’ langsung ber-peace ria ke arah Tropica dan mengambil seribu langkah kilat untuk lari dari kelas Reni. Reni tersenyum bangga ke arah Tropica.
“Gile, tambah ganteng aja lu habis mengusir Sachya,” puji Reni ke Tropica. Tropica hanya tersenyum tipis dan menoleh ke Reni.
“Yah.. Sebagai ketua kelas, gue nggak tega melihat lo ditindas seperti itu,” kata Tropica manis sambil tersenyum. Bagus deh, ada juga anak kelas ini yang otaknya enggak miring kayak yang lain, batin Reni.
“Tapi karena lo juga sempat memicu keributan, gue hukum lo untuk duduk di sebelah meja laknat ini! Siapa tau meja ini ada radiasi jomblo untuk sekitarnya, HAHAHA..” tawa setan Tropica menggema ke seisi ruangan. Reni memasang muka datar. Ternyata ketua kelasnya lebih sableng dari pada anggota nya.
***

Reni mengetuk-ngetuk pulpen nya berkali-kali. Ia sering begini ketika enggak ada teman ngobrol atau lagi bosan. Makanya, ini suatu kepantasan mengapa semua pulpen nya enggak ada yang awet, bocor semua.
Tiba-tiba ada kepalan kertas yang menggelinding ke arah buku paket Fisika Reni. Saat ini memang lagi pelajaran Fisika yang.... kapan sih Fisika enggak membosankan?
Reni membuka kepalan itu dan membaca isinya.

Main binggo yuk. 5x5 aja. –Lelaki manis dari gua hantu.

Reni memasang muka datar. Yap, dari siapa lagi kertas ini selain dari Naufal? Karena dia dihukum harus duduk di sebelah Naufal, mereka jadi lebih sering berinteraksi. Seperti saling sikut, saling pinjam tip-ex, pinjam buku paket, kadang-kadang pinjam waktu untuk mengobrol darurat seperti:
N: “Maap.”
R: “Iya.”
N: “Maap lagi,”
R: “Iya!”
N: “Maap banget ya..”
R: “IYA!”
N: “Sori banget, plis gue enggak sengaja..”
R: “IYA, WOY!  GUE UDAH DENGER!!”

Reni menulis balasan di kertas yang sudah remuk itu.

Gue enggak ahli main binggo. Main yang lain aja deh. –Perawan manis dari negeri babatan.

Dengan segera, ia menggelindingkan kertas yang sebetulnya udah enggak bisa dibilang kertas lagi karena bentuknya sudah hampir collapse.  Naufal mengambil kertas itu dan membuka nya. Sempat, Reni melihat bahu Naufal naik turun, seperti menahan tawanya.
Naufal membalas surat itu sambil tersenyum lalu meremukkannya dan menggelindingkan lagi ke arah Reni. Reni dengan cepat mengambil, membaca, lalu diam saja. Mau tau balasan Naufal? Seperti ini kira-kira..

Mau dong main jadi kekasih lo. Hehehe. –Pujangga wanita.

Reni meremukkan kertas itu kembali lalu membuangnya ke dalam laci meja. Dia segera menoleh ke arah Naufal dan memasang muka datar.
“IYUH!” kata Reni. Naufal hanya terkikik sendirian melihat tingkah Reni. Naufal bersender ke kursinya sambil stretching dadakan di kelas. Reni tambah risih duduk di sebelah Naufal. Aduh, punya tangan kok panjang banget sih? keluhnya.
“Lo enggak ngantuk ya?” tanya Naufal sambil berbisik ke Reni. Reni hanya berpura-pura menulis sesuatu di buku tulisnya. Naufal yang merasa dikacangin, melirik ke arah buku tulis Reni.
“Apaan tuh? I love Naufal so much?” tanya Naufal sambil menerka-nerka coretan yang dibuat Reni. Reni spontan menoleh ke arah Naufal, memasang muka panik.
“Enggak banget! Plis deh!!” seru Reni berteriak bahkan guru Fisika, Pak Dodo yang sedang menunggu kedatangan pertanyaan dari murid-murid, kaget mendengar suara Reni.
“Apa yang ‘enggak banget’, Reni?” tanya Pak Dodo menyeringai. Reni yang tadinya sibuk sama Naufal, terkejut melihat Pak Dodo yang terlihat penasaran.
Reni memikirkan jawaban terbaiknya. “E... enggak banget kalau kita bertanya. Kan Bapak Widodo yang menjelaskan, dengan melihat bapak saja saya langsung mengerti! Heheheh,”
Pak Dodo memegang ujung dagunya sambil berpikir. “Yah.. Tentu saja itu. Baiklah, kerjakan latihan halaman 97!” serunya. Reni menghembuskan nafas lega. Naufal hanya melirik ke arah Reni, entah apa yang dipikirkannya.
“Lo pernah pacaran, Fal?” tanya Reni tiba-tiba. Naufal yang sedang sibuk membuka buku paket, langsung melihat ke arah Reni.
“Oh, pernah putus sih..” jawab Naufal. Reni memukul bahu Naufal dengan tempat pensil.
“Sama aja, gembel.” kata Reni. Naufal hanya mengangkat kedua bahunya.
“Terus, kok lo putus sama dia? Kenapa emang?” tanya Reni lagi. Naufal menghembuskan nafasnya.
“Dia enggak mau LDR,” jawab Naufal. “Pinjem pulpen dong,” kata Naufal lagi. Reni membuka tempat pensilnya lalu mengambil sebuah pulpen biru.
“Terus mantan lo cantik, nggak? Kayak Luna Maya atau kayak Jupe?” tanya Reni lagi. Naufal melirik ke arah Reni dengan muka datar.
“Kapan lo mau ngerjain latihannya?” tanya Naufal balik sambil mengambil pulpen dari genggaman Reni. Reni hanya tertunduk lesu sambil membuka bukunya.
“Kayak lo,”
Reni spontan menoleh ke arah Naufal. “Hah?”
“Kayak lo. Mirip banget sama lo,” jawab Naufal tanpa memandang ke arah Reni. Reni tidak percaya pada awalnya namun dia hanya bisa menelan ludah. Oke, gue harus jaga jarak nih sama Naufal, pikirnya.
“Terus lo? Lo pernah pacaran?” tanya Naufal sambil menulis sesuatu di buku tulisnya. Reni memandang Naufal sejenak, lalu mengalihkannya ketika Naufal sudah menoleh ke arahnya.
“Kayaknya itu pertanyaan retoris deh..” jawab Reni. Naufal berpikir sebentar.
“Oh.. Belom ya. Iya juga ya, lo kan jomblongenes..” kata Naufal melanjutkan. Reni menepuk bahu Naufal.
“Jawabannya iya, gembel!” seru Reni. Naufal hanya meringis.
“Yee... kalau kayak begitu ya namanya bukan retoris!” seru Naufal.
“Maksud gue kenapa retoris, karena gue pernah pacaran tapi putus akhirnya. Lo bisa lihat gue sekarang kan? Jabatan sebagai jomblongenes di kelas udah gue pegang. Jadi gue enggak pengen orang lain yang merasakan jabatan ini karena pasti tersiksa lahir batin. Biar mereka merasakan kesenangan sesaat yang dinamakan pacaran itu. Biar mereka merasakan indahnya masa muda. Pekerjaan yang mulia kan?” tanya Reni sambil tertawa kecil. Naufal hanya memasang muka datar.
“Mulia dari mana?” komentar Naufal lalu berpikir sebentar. “Jadi lo enggak mau pacaran dulu?” tanyanya. Reni menggeleng mantap. Naufal menghembuskan nafasnya.
“Ya.. sama kalau gitu,” kata Naufal. Reni hanya memandangi Naufal.
Semenjak hari itu, Naufal dan Reni dekat. Tidak sedekat letak alfamart dan indomaret, tapi tidak sejauh bumi dan bulan. Mereka mempunyai hubungan khusus yang mereka tidak sadari. Hubungan antara jomblo-wan dan jomblo-wati. Mungkin bisa dikatakan sebagai Jomblo-ship.
***
The-End

You May Also Like

0 comments

//]]>